Membedah Sejarah dan Evolusi Ekstrem Black Metal: Sebuah Panduan Singkat
Jelajahi sejarah kelam black metal, dari gelombang pertama Venom dan Bathory hingga ledakan kontroversial di Norwegia. Pahami musik, estetika, dan evolusinya yang ekstrem dan berpengaruh.
Arief Apriadi
11/15/20256 min read


Black metal adalah salah satu subgenre paling ekstrem dari heavy metal, yang muncul pada tahun 1980-an dari akar thrash dan death metal. Secara musikal, genre ini dapat dikenali dari beberapa ciri khas: vokal melengking tinggi yang terdengar seperti jeritan (shrieking vocals), bukan geraman berat (growl); permainan gitar yang sangat cepat dengan teknik tremolo picking yang menciptakan dinding suara hipnotis; dan drum berkecepatan tinggi yang sering menggunakan blast beat.
Melansir Master Class, produksi musik genre ini pun seringkali sengaja dibuat mentah (lo-fi) untuk menciptakan atmosfer yang dingin dan kasar. Secara tematis, black metal menjelajahi lirik-lirik yang transgresif, berfokus pada anti-Kristianitas, Satanisme, paganisme, misantropi, dan mitologi kuno, yang dipadukan dengan citra visual ikonik berupa riasan wajah "corpse paint" untuk menyerupai mayat.
Di jagat musik metal yang luas, black metal mungkin berada di sudut yang paling gelap, paling disalahpahami, dan paling kontroversial. Subgenre ini bukan sekadar turunan dari musik metal; bagi para pelakunya, ini adalah sebuah ideologi, sebuah penolakan total terhadap norma sosial dan musikal.
Dengan lirik transgresif, instrumentasi yang menusuk, dan citra visual yang mengerikan, black metal telah menjadi kekuatan budaya yang dominan dan berpengaruh dalam musik ekstrem, sering kali karena alasan-alasan yang kelam.
Untuk memahaminya, kita perlu menelusuri jejaknya yang dingin dan juga "berdarah".
Gelombang Pertama: Para Pencetus
Kelahiran black metal tidak terjadi dalam semalam. Akarnya dapat dilacak hingga citra kelam dan lirik anti-Kristiani dari Black Sabbath di era 70-an. Namun, cetak biru sesungguhnya diletakkan pada awal 1980-an oleh apa yang kini dikenal sebagai "gelombang pertama".
Di barisan terdepan ada trio pelopor dari berbagai negara: Venom dari Inggris, Bathory dari Swedia, dan Hellhammer dari Swiss.
Venom, dengan album monumental mereka rilisan 1982, Black Metal, secara harfiah memberikan nama bagi genre ini. Meskipun secara musikal mereka sering dianggap sebagai band speed metal atau NWOBHM yang "berantakan", sikap dan citra mereka adalah kuncinya.
Mereka merangkul Setan bukan sebagai sosok yang ditakuti, melainkan sebagai pemimpin spiritual. Estetika mereka yang mentah, rekaman berkualitas rendah yang disengaja, dan etos punk "mainkan secepat dan sekeras mungkin" menjadi fondasi penting. Mereka mungkin tak bisa dibilang sebagai inovator utama subgenre ini, tapi mereka sering dianggap sebagai bapak spiritual yang tak terbantahkan.
Di sisi lain, Bathory, proyek solo dari seorang jenius bernama Quorthon, mengambil ide-ide Venom dan membentuknya menjadi sesuatu yang lebih dekat dengan apa yang kita kenal sebagai black metal hari ini. Quorthon lebih mementingkan atmosfer daripada teatrikalitas.
Vokal jeritannya yang tinggi menjadi standar bagi para vokalis black metal di masa depan. Album seperti Under the Sign of the Black Mark (1987) dianggap sebagai album black metal sejati pertama, dengan riffing yang lebih melingkar, obsesif, dan sound yang jauh lebih kelam. Bathory adalah jembatan krusial antara ide mentah Venom dan ledakan yang akan datang dari Skandinavia.
Gelombang Kedua: 'Ledakan' di Norwegia dan Peristiwa Kelam
Jika gelombang pertama menyalakan api, gelombang kedua dari Norwegia pada awal 1990-an menyiramnya dengan bensin. Adegan ini adalah tempat di mana suara, estetika, dan reputasi black metal yang terkenal kejam ditempa.
Episentrumnya adalah sebuah toko kaset independen di Oslo bernama Helvete (Bahasa Norwegia untuk "Neraka"), yang dimiliki oleh Øystein Aarseth, atau lebih dikenal sebagai Euronymous, gitaris band pionir Mayhem.
Mayhem sendiri adalah sebuah anomali. EP ikonik mereka, Deathcrush, sebenarnya adalah upaya gagal untuk menulis rekaman death metal. Namun, ketidaktahuan mereka akan teknis, dipadukan dengan riff-riff jenius dari Euronymous dan vokal Per "Dead" Yngve Ohlin yang terdengar seperti hewan yang disiksa, justru menciptakan suara baru yang dingin, mentah, dan mengerikan.
Dead adalah sosok penting dalam membentuk citra visual. Ia adalah orang pertama yang mempopulerkan "corpse paint" (cat mayat) bukan untuk meniru Alice Cooper, tetapi karena ia benar-benar ingin terlihat seperti mayat. Ia bahkan mengubur pakaiannya sebelum konser agar bisa berbau seperti tanah kuburan.
Helvete menjadi titik kumpul bagi musisi-musisi muda yang berpikiran sama, yang kemudian membentuk band-band pilar seperti Emperor, Burzum, Darkthrone, dan Immortal. Mereka bersama-sama mengembangkan suara yang menjadi ciri khas black metal Norwegia: produksi lo-fi yang disengaja untuk menolak polesan mainstream, tremolo picking gitar yang menghipnotis, blast beat drum tanpa henti, dan struktur lagu yang panjang dan tidak konvensional.
Tujuannya adalah untuk menciptakan musik yang tidak menyenangkan, yang hanya menarik bagi segelintir orang yang terpanggil oleh "kegelapan". Seperti yang pernah dikatakan Euronymous dalam sebuah wawancara pada tahun 1992 dikutip dari Neformat:
"Orang-orang harus membenci kami karena kami tidak pernah bermaksud menciptakan band yang akan mereka sukai."
Namun, skena ini selamanya akan dibayangi oleh serangkaian peristiwa kriminal yang mengerikan. Dimulai dari pembakaran gereja-gereja bersejarah, vandalisme kuburan, hingga puncaknya adalah dua tragedi dalam tubuh Mayhem: bunuh diri vokalis mereka, Dead, pada tahun 1991, dan pembunuhan gitaris mereka, Euronymous, oleh Varg Vikernes dari Burzum pada tahun 1993.
Peristiwa-peristiwa ini mengubah black metal dari sekadar genre musik menjadi sebuah fenomena budaya yang berbahaya dan menakutkan, yang menarik perhatian media di seluruh dunia.
Penyebaran Global dan Ledakan Subgenre
Meskipun diwarnai tragedi, sekena di Norwegia menyebarkan "Injil hitam" ke seluruh dunia, memicu lahirnya komunitas lokal black metal dengan karakteristik unik.
Swedia: Sebagai "saudara tiri" Norwegia, melahirkan band-band seperti Marduk, Dissection, dan Dark Funeral. Sound mereka seringkali memiliki pengaruh death metal yang lebih kuat, menghasilkan apa yang dikenal sebagai blackened death metal.
Morgan Håkansson dari Marduk berkata, "Skena death metal sangat besar. Tapi apa yang kami buat adalah sesuatu yang sama sekali berbeda dan ekstrem," ujarnya dikutip Neformat.
Finlandia: Dikenal dengan black metal yang lebih mentah, kacau, dan terkadang ceria. Band seperti Beherit dan Impaled Nazarene menjadi ujung tombak.
Marko Laiho dari Beherit pernah mengatakan bahwa mereka sengaja membuat lirik yang tidak biasa.
"Lirik black metal sangat primitif. Tapi ini hanya lirik... penistaan dan lelucon yang sakit..."
Prancis: Komunitas black metal di Prancis melahirkan kolektif misterius bernama "Les Légions Noires" (Legiun Hitam), yang terdiri dari proyek-proyek seperti Mütiilation dan Vlad Tepes.
Mereka mengusung estetika lo-fi yang ekstrem dan beroperasi dalam kerahasiaan total, menentang apa yang mereka anggap sebagai "tren" black metal Norwegia.
Yunani: Dengan band seperti Rotting Christ dan Varathron, mengembangkan suara yang unik yang dikenal sebagai "Hellenic black metal", yang seringkali menggabungkan riff-riff metal dengan nuansa mitologi kuno.
Dari penyebaran ini, black metal mulai bermutasi menjadi lusinan subgenre. Symphonic black metal, yang dipelopori oleh Emperor dan dipopulerkan oleh Dimmu Borgir, menambahkan lapisan keyboard dan aransemen orkestra yang megah.
Viking/Pagan metal, yang akarnya ada di album-album akhir Bathory dan disempurnakan oleh Enslaved, mengganti tema Satanisme dengan mitologi Nordik dan sejarah leluhur.
Kemudian muncul Depressive Suicidal Black Metal (DSBM), sebuah cabang yang berfokus pada atmosfer keputusasaan, melankolis, dan penderitaan, dipelopori oleh band seperti Strid dari Norwegia dan Bethlehem dari Jerman.
Genre ini ditandai dengan tempo yang seringkali lambat, vokal yang terdengar seperti jeritan kesakitan, dan tema lirik seputar depresi dan bunuh diri.
Black Metal di Abad ke-21
Jauh dari kata mati, black metal terus berevolusi. Di abad ke-21, genre ini melahirkan hibrida baru seperti blackgaze, yang menggabungkan agresi black metal dengan keindahan melodi dari shoegaze, yang dipopulerkan oleh band seperti Alcest dari Prancis dan Deafheaven dari Amerika.
Ada juga post-black metal, istilah payung untuk band-band yang menggunakan black metal sebagai fondasi tetapi bereksperimen dengan elemen dari post-rock, avant-garde, dan genre lainnya.
Sementara itu, band-band legendaris seperti Darkthrone dan Mayhem masih aktif merilis musik, dan band-band modern seperti Mgła dari Polandia dan Anaal Nathrakh dari Inggris terus mendorong batas-batas kebrutalan dan kompleksitas.
Dari awal yang sederhana sebagai musik pemberontak yang mentah hingga menjadi lanskap artistik yang kompleks dan beragam, black metal telah membuktikan dirinya sebagai salah satu kekuatan paling tangguh dan adaptif dalam musik ekstrem.
Sejarahnya yang kelam mungkin akan selamanya melekat, tetapi warisan suara dan pengaruhnya yang tak terbantahkan terus bergema, membuktikan bahwa bahkan dalam kegelapan yang paling pekat sekalipun, kreativitas dapat menemukan jalannya.
Jika kalian ingin membeli kaos metal original dan berkualitas, langsung saja order melalui situs resmi A Metal Project. Jangan lewatkan desain eksklusif untuk para pecinta musik keras sejati!
Klik link di sini untuk melakukan pembelian dan dukung komunitas metal Indonesia dengan cara yang keren dan autentik.








Address
JDC 6th floor - Business Centre
Jl. Gatot Subroto No. 53 Jakarta 10260
A Metal Project Official Website
© 2025
CONTACT US
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER
