Di Balik Distorsi: Beratnya Menjadi Musisi Metal di Indonesia
Beratnya Menjadi Musisi Metal di Indonesia dalam era digitalisasi industri musik.
ARTICLE
Uca S. Budiyanto – Project Manager Metal Attack Festival
5/18/20252 min read
Menjadi musisi metal di Indonesia bukan perkara mudah. Di balik dentuman drum, raungan gitar, dan growl penuh amarah, ada realitas yang sunyi tapi sangat nyata: hidup dari musik ini bukan hanya keras di panggung, tapi juga keras di kenyataan.
Banyak yang mengira band metal hidup dari streaming digital. Padahal, fakta di lapangan jauh dari glamor. Platform digital memang membantu eksistensi, tapi pemasukan dari sana belum cukup untuk sekadar menutup ongkos rekaman, apalagi hidup sehari-hari. Salah satu sumber pendapatan terbesar band metal justru datang dari penjualan merchandise—kaos, CD, patch, totebag, hingga rilisan fisik dalam jumlah terbatas. Tapi sayangnya, jalur ini pun tak luput dari hambatan besar: pembajakan.
Hari ini, tak sedikit yang menjual kaos band lokal di marketplace atau pinggir acara dengan harga murah meriah. Desain dicomot sembarangan, kualitas seadanya, dan band-nya sendiri tak mendapat sepeser pun. Sementara band yang bersangkutan harus keluar biaya untuk produksi merchandise resmi—dari cetak sablon berkualitas sampai ongkos distribusi. Ini bukan soal untung besar. Ini soal bertahan hidup. Dan ketika merchandise bajakan menjamur, perlahan band-band ini kehilangan satu-satunya amunisi untuk tetap eksis secara finansial.
Lebih jauh lagi, untuk bisa melakukan tur atau tampil di luar kota saja, band metal harus jungkir balik. Cari sponsor ke sana ke mari, tawarkan proposal ke berbagai pihak, bahkan tak jarang harus merogoh kocek pribadi. Semua dilakukan demi satu tujuan: manggung sebanyak mungkin, dan membuka peluang menjual merchandise langsung ke pendengar yang loyal.
Saya ingat betul bagaimana band Anatomia dari Jepang, saat tampil di Metal Attack Festival 2024, datang dengan penuh semangat membawa merchandise mereka sendiri. Bukan di-handle manajemen besar, bukan pula dijual via distributor. Mereka menjual langsung—mandiri, konsisten, dan berdiri sendiri di booth yang kami sediakan lewat A Metal Project. Mereka tahu betul bahwa merchandise bukan sekadar benda, tapi bentuk hubungan langsung dengan fans. Dan mereka memperlakukan itu dengan serius.
Apa yang dilakukan Anatomia menunjukkan sesuatu yang penting: kemandirian adalah kunci. Tapi di Indonesia, kemandirian sering kali berarti perjuangan panjang yang tidak mudah. Tanpa dukungan ekosistem yang adil, band-band metal di sini bertahan dengan semangat, bukan karena sistem yang menopang mereka.
Ironisnya, banyak dari kita yang mengaku “cinta musik lokal”, tapi masih tergoda beli kaos bajakan karena lebih murah. Kita bangga dengan band-band lokal yang bisa tampil di luar negeri, tapi tak sadar bahwa mereka berangkat dengan modal nekat dan saku pribadi.
Jika kita ingin metal Indonesia berkembang, maka kita juga harus belajar menjadi penikmat yang bertanggung jawab. Beli rilisan asli. Beli merchandise resmi. Datangi gig-nya. Dukung band-nya.
Karena kalau bukan kita, siapa lagi?
Address
JDC 6th floor - Business Centre
Jl. Gatot Subroto No. 53 Jakarta 10260
A Metal Project Official Website
© 2025
CONTACT US
SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER